Dengan ujung berukir kujang, serutan-serutan halus sejengkal bambu dengan lebar 2 cm, dan mempunyai ketebalan kira-kita 2 mm, sebuah karinding dengan suara yang mungkin terdengar asing oleh orang-orang yang baru mendengarnya dibuat.
Paw paw paw, begitulah kira-kira suara karinding bergema. Dengan rongga mulut sebagai tabung resonasinya, orang-orang yang memainkan harus mempunyai cadangan nafas yang panjang untuk dapat memainkan alat tersebut.
Siang itu, ketika matahari belum sepenuhnya berada di atas kepala, beberapa anak tampak asyik memainkan alat musik tradisional khas sunda buhun (dahulu) di sekitar altar pemakaman yang dipersembahkan untuk para Pahlawan yang tidak di kenal. Sesosok pemuda serba berpakaian hitam lengkap dengan assesoris tampak serius mengajari anak anak tersebut untuk dapat bermain karinding.
Komunitas penggemar alat musik tradisional khas sunda buhun karinding, tampak antusias untuk mengikuti kang Iwung belajar music karinding di sekitar komplek pemakaman pahlawan di daerah Batujajar kabupaten Bandung Barat. Komunitas ini sudah biasa untuk berkumpul dan berlatih karinding setiap Minggu siang di tempat ini.
Karinding adalah sebuah alat musik khas sunda yang biasanya terbuat dari sebilah bambu atau batang enau yang berukuran 10x2 cm, yang terdisri dari tiga ruas dan bagian tengahnya yang berfungsi sebagai penghasil getar nada.
Karinding dimainkan dengan cara ditempelkan di mulut, lalu ditabuh (dipukul) salah satu ujungnya dengan menggunakan telunjuk. Getaran antara karinding dan mulut tersebutlah yang dapat menghasilkan irama yang unik dan menarik.Alat musik karinding dapatdipadukan dengan berbagai jenis alat musik lain, seperti lem-pung, suling, toleat, bahkan koto (alat musik Jepang). Permainan karinding biasanya dimainkan lima orang, paling sedikit tiga orang, satu diantaranya sebagai Rhythm , biasa disebut juru kawih.
Kang Iwung sebagai salah seorang penggagas untuk melestarikan alat music yang sudah hampir punah tersebut, mengajak para pemuda yang berada di kawasan sekitar Batujajar kabupaten Bandung Barat untuk ikut belajar menggunakan alat music tersebut. Alhasil puluhan anak muda mulai dari anak-anak hingga dewasa berhasil dengan piawai memainkan alat music tersebut, bahkan para anggota komunitas karinding dari luar daerah pun sering ikut berlatih bersama dikawasan ini.
“Kalo bukan kita generasi muda, siapa lagi yang akan meneruskan warisan budaya dari leluhur kita,” begitulah ucap seorang seniman asal Batujajar ini. Dengan bangga melestarikan budaya sendiri, kita terlepas dari budaya latah yang sekarang sedang mewabah dikalangan muda-mudi kota Bandung. bukan berarti kita tidak mau untuk mengikuti badaya yang baru tetapi dengan meneruskan budaya bangsa sendiri, justru kita membuat sesuatu yang berbeda, dan biasanya yang berbedaadalah sesuatu yang lebih diminati oleh banyak orang. (Deden Iman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar