Rabu, 10 November 2010

Jalan Braga Bandung dalam Sejarah


Jalan Braga di Kota Bandung memiliki sejarah panjang dan sangat dikenal. Jalan ini terletak persis di jantung kota dan berhimpitan dengan Jalan Asia Afrika yang dikenal dengan Gedung Merdeka.

Konon jalan sepanjang lebih kurang 700 meter ini dibuat ada kaitannya dengan pembuatan jalan Anyer-Panarukan oleh Daendels Tahun 1808-1811. Selain itu, juga terkait dengan praktik politik Tanam Paksa yang diberlakukan Belanda dari tahun 1830-1870. Saat itu, ada rencana menjadikan Bandung sebagai ibukota negara. Untuk mempersiapkan segala sesuatunya berbagai bangunan penting dibuat Belanda di kota ini. Salah satu di antaranya adalah rumah pelelangan kopi (coffe per house). Setiap transaksi di rumah pelelangan kopi yang kini menjadi Balai Kota tersebut, kemudian barangnya dikirim melalui Kantor Pos yang letaknya tidak jauh. 

Untuk mengangkut kopi itulah lalu dibuat jalan tembus yang dinamai Jalan Pedati. Kenapa dinamai Jalan Pedati? Karena jalan yang lebarnya sekitar 10 meter ini hanya dapat dilewati oleh pedati. Kondisinya pun becek dan berlumpur kalau musim hujan. Namun di penghujung tahun 1870-an, jalan ini berkembang menjadi sebuah ka-wasan elit kala itu.

Perkembangan jalan ini tak terlepas dari keberadaan sebuah toko kelontong bernama de vries. Toko ini selalu dikunjungi petani Priangan yang kaya raya (Preanger Planters). Para preanger planters tersebut membeli kebutuhan hidup sehari-hari di toko de vries.
 
Ramainya toko dikunjungi oleh petani keturunan Belanda ini membuat kawasan sekitarnya menjadi hidup. Berlahan tetapi pasti mulai berdiri bangunan baru di sekitarnya. Mulai dari hotel, restoran, gedung bioskop hingga bank. 

Tidak diketahui pasti muasal berubahnya nama Jalan Pedati menjadi Jalan Braga. Ada banyak versi yang berkembang di kalangan masyarakat. Versi pertama menyebutkan di kawasan ini saat itu terdapat group tonil bernama Braga. Dan nama group tonil itulah yang kemudian diabadikan sebagai nama jalan ini.Versi lainnya menyebutkan Jalan Braga diadaptasi dari nama Dewi Puisi Bragi. 

Masyarakat setempat juga memiliki legenda sendiri terhadap nama Braga ini. Menurut Ketua Paguyuban Warga Braga Kota Bandung, David B. Sediono, nama Braga berasal dari kata Sunda Baraga. “Baraga itu artinya jalan-jalan menjelajahi Sungai Cikapundung. Kebetulan di dekat Braga sini ada Sungai Cikapundung. Dan masyarakat saat itu suka menghabiskan waktu dengan baraga di Sungai Cikapundung,” ungkap David B. Sediono, yang ditemui SH. 

Terlepas dari berbagai versi nama yang beredar, yang pasti Jalan Braga kemudian menjadi sebagai sentra perdagangan dan jasa yang diperuntukkan bagi kaum Belanda. Di Jalan Braga inilah sinyo dan nonik Belanda berbelanja dan rendezvous. Karena merupakan kawasan elite maka tidak sembarang toko dan tempat usaha lainnya yang diijinkan didirikan di Jalan Braga. Butik Au Bon Marche, contohnya, yang hanya menjual pakaian impor dari Paris. Keberadaan butik inilah yang membuat Bandung dijuluki Parisj van Java. Kemudian ada toko jam Stocker yang hanya menjual jam buatan Swiss, toko bunga Van Doup, toko mobil pertama di Hindia Belanda Fuchs & Rents hingga penjahit August Savelco yang menjadi langganan tokoh penting dari JP. Coen hingga Bung Karno. (T-2/Yaen Renaldi H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar