Selasa, 12 Oktober 2010

Menambang Bencana

Hari itu masih sangat pagi, saat matahari belum sempat menampakan diri di ufuk timur, embun pagi masih setia menyelimuti bunga-bunga liar, dan ketika yang lainnya masih terjaga, raung mesin-mesin truk pengangkut pasir sudah dari tadi menunggu portal dibuka sambil bersahutan seakan ingin berkata “ pagi ini kami ingin menjadi yang pertama bekerja ”. Tidak lama kemudian seseorang dengan sepatu bot dan senyum yang khas muncul dari balik kabut pagi dan segera membuka portal yang dari tadi di tunggu oleh para penambang pasir yang ingin segera memulai aktivitasnya seperti biasa.   Pagi itu Jum’at (11/10) sekitar pukul setengah lima pagi aktivitas penambangan pasir yang sempat ditutup dan kemudian dibuka kembali karena pemliknya menyatakan siap menutup galian tersebut asalkan pemerintah siap menyediakan lapangan kerja baru bagi 400 orang pekerjanya yang berada di kampung Cibolang, Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat , sudah mulai mulai ramai di datangi para penambang pasir yang mayoritas adalah pribumi setempat tetapi ada juga yang berasal dari luar daerah tersebut seperti gunung halu, cianjur dan lain-lain. Mereka semua menggantungkan kehidupannya di tambang pasir karena alasan ekonomi yang lemah.
Menurut Heri (32), yang bekerja sebagai mandor dikawasan tersebut, penggalian yang sudah di buka sekitar bulan juni 2006 tersebut, merupakan sumber penghidupan yang digantungkan para pekerjanya karena dengan penghasilan Rp. 30.000,00-Rp. 40.000,00 per hari, belum lagi tip dari pemilik truk yang kadang-kadang memberi lebih kepada para pekerja yang mayoritas sudah berkeluarga, selain bisa terus bertahan hidup, mereka juga bisa terus menyekolahkan anak-anak mereka hingga selesai dan bahkan bisa melanjutkan ke perguruan tinggi dari hasil pekerjaannya.
Bukan hanya para penambang pasir saja, tetapi  ada juga para pemilik warung yang menggantungkan hidup mereka ditempat ini. Yuyun (30), salah satu pemilik warung yang sudah memulai usahanya dari pertama kawasan ini dibuka  menyatakan pengahasilannya cukup memuaskan karena di tempat ini dirinya sudah memiliki langganan yang tetap sehingga tidak perlu khawatir dagangannya tidak akan laku karna setiap hari para penambang mengisi perutnya diwarung ini.
 
 
Walaupun tempat ini rawan akan bencana longsor karena terdapat di sekitar lereng gunung Burangrang tetapi para penambang sepertinya sudah tahu bagaimana cara menambang pasir yang benar sehingga terhindar dari bencana longsor. Menurut Otoy (38), dia tau betul bagaimana memperlakukan tanah seperti ini dengan keadaan medan yang cukup terjal supaya terhindar dari bencana longsor berdasarkan pengalamannya yang sejak tahun 1991 sudah bekerja sebagai penambang pasir. Walaupun tempat ini masuk dalam kawasan yang rawan bencana longsor seperti di kutip dari situs web Bandung Barat, “Pada musim penghujan tahun ini, Kab. Bandung Barat dalam status siaga bencana alam. Mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana alam yang berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat, Pemkab Bandung Barat telah menyiapkan 20 ton beras. "Karakteristik wilayah Kab. Bandung Barat rawan bencana alam tanah longsor. Berdasarkan pengalamanan selama ini, longsor kerap terjadi pada saat curah hujan tinggi. Menghadapi musim penghujan seperti sekarang ini, Kab. Bandung Barat dalam keadaan siaga bencana," kata Ketua Satkorlak Kab. Bandung Barat, Ernawan Natasaputra di Cililin, beber5apa waktu lalu. Sementara itu, hasil pemetaan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mencatat ada 10 kecamatan yang masuk wilayah Kab. Bandung Barat berpotensi rawan longsor atau gerakan tanah. Sepuluh kecamatan yang berpotensi rawan longsor itu adalah Kec. Gununghalu, Cililin, Rongga, Sindangkerta, Parongpong, Cipeundeuy, Cikalongwetan, Lembang bagian Utara, Cisarua, dan Kec. Batujajar. Potensi longsor di 10 kecamatan itu memiliki ciri-ciri antara lain adanya retakan, daerah pegunungan atau perbukitan, adanya lereng yang terjal, serta adanya batu lempung yang bersifat kedap air dan miring ke arah yang relatif terjal”.
 
 
Tetapi walaupun tempat tersebut merupakan kawasan yang rawan akan bencana longsor, para pekerja mengaku siap dengan segala resiko yang dihadapinya. Di musim penghujan seperti ini, kewaspadaan mereka pun lebih di tingkatkan. Salah satunya, ketika hujan turun mereka segera menghentikan aktivitas penambangan dan menunggu hingga hujan reda. Mereka akan terus melakukan pekerjaan seperti ini hingga pemerintah siap akan memberikan pekerjaan baru bagi mereka supaya bsa terus bertahan hidup. (Deden Iman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar